Didalam kitab Al Hikam karya Syeh Ahmad Ibnu ‘Athoillah (Imam ‘Atolillah) pada pasal 173, yang artinya; “Hilangkan pandangan makhluk kepadamu karena puas dengan penglihatan Allah kepadamu, dan lupakan perhatian makhluk kepadamu, karena melihat bahwa Allah menghadap kepadamu”.
Sahl bin Abdullah Attustary berkata kepada kawan-kawannya: Seseorang tidak akan dapat mencapai hakikat kewalian sehingga ia mau menghilangkan pandangan orang dari fikirannya. Sehingga tidak melihat apa-apa di dunia, hanya ia dengan Tuhan yang menjadikanya.
Sebab tidak ada seorangpun yang dapat menguntungkan atau merugikan. Atau menghilangkan perasaan diri (hawa nafsunya) sehingga tidak menghiraukan orang. Juga tidak segan atau takut kepada mereka, apa saja yang akan terjadi.
“Mengharap kepuasan dari semua manusia itu suatu tujuan yang tidak mungkin tercapai. Dan sebodoh-bodoh manusia, siapa yang berusaha untuk mendapatkan apa yang tidak mungkin tercapai”.
Lukman Alhakim ketika memberi nasehat kepada puteranya, diajak masuk ke pasar dengan berkendaraan himar, ia yang berkendaraan dan anaknya yang menuntun. Orang mencela, orang tua kejam, dia berkendaraan dan anaknya disuruh berjalan.
Kemudian ia suruh anaknya naik tiba-tiba orang mencela, dua orang naik satu himar. Lalu turun Luqman, dan anaknya tetap di atas, tiba-tiba ada orang mencela, anak kurang ajar, bapak dijadikan buruh menuntun.
Kemudian turunlah keduanya menuntun himar, tiba-tiba orang mencela. Bodoh betul, himar tidak dinaiki hanya dituntun semata-mata.
Tujuan Luqman untuk menunjukkan kepada putranya bahwa orang yang beramal atau mengambil hati orang, tidak akan selamat dari celaan mereka.
“Karena itu seorang yang sempurna akal fikiran, dalam beramal hanya menuju kepada hak, benar dan diridloi Allah, hanya itu saja yang dikerjakan”.
Muhammad bin Aslam ra. berkata, Ada kepentingan apakah saya pada manusia, padahal sejak saya dalam punggung (sum-sum) ayah seorang diri, lalu di dalam perut ibu juga seorang diri, dan keluar di dunia juga seorang diri, hingga mati dan masuk kubur juga seorang diri, dan menghadapi persoalan alam kubur sampai kemudian menghadap kepada Allah, dan masuk sorga atau neraka juga seorang diri, maka apakah kebutuhan saya dengan manusia?
Al-Harits Almuhasiby ra. ketika ditanya tentang tanda orang yang sungguh-sungguh ikhlas kepada Allah. Ia menjawab, “seorang yang benar-benar ikhlas yaitu yang tidak menghiraukan dinilai apa saja oleh sesama manusia”.
Asalkan sudah benar hubungannya dengan Allah, meski tidak ada yang mengetahui amal kebaikannya. Dan tidak takut, jika ada yang mengetahui hal perbuatanya yang tidak baik. (Az)
Sumber: Kitab Al Hikam (Ibnu ‘Athoillah) – 173.