Kabarjagad.id, Singapore – TNI AL turut serta dalam kegiatan the 13th Regional Maritime Practitioners Programme (RMPP) yang diselenggarakan oleh Information Fusion Centre (IFC) bekerja sama dengan S. Rajaratnam School of International Studies (RSIS) pada tanggal 21 s.d. 25 Juli 2025 di Singapura.
Kegiatan yang diikuti oleh 150 peserta dari 30 negara tersebut merupakan forum strategis tahunan yang mempertemukan praktisi maritim dari berbagai negara guna membahas tantangan keamanan laut regional dan upaya kolektif dalam menjaga stabilitas maritim.
Dalam kegiatan ini TNI AL mengirimkan dua perwakilan perwiranya, yaitu Letkol Laut (P) Yudah Trismoyo dan Kapten Laut (P) Bastian Arif Wiratama. Selama program berlangsung, peserta mendapatkan materi substantif dari para pakar maritim internasional terkemuka, termasuk dari INTERPOL, International Maritime Organization (IMO), akademisi, dan pemimpin militer. Topik-topik yang dibahas mencakup aspek hukum laut, keamanan maritim, intelijen, teknologi maritim, dan dinamika politik laut global.
Dalam sesi khusus dari INTERPOL, peserta diajak memahami tantangan dalam menghadapi kejahatan transnasional, termasuk penyelundupan, perdagangan manusia, dan kejahatan siber maritim. Ditekankan bahwa keberhasilan dalam penegakan hukum laut memerlukan koordinasi lintas batas, pertukaran data real-time, dan peningkatan kapasitas lembaga keamanan maritim nasional.
Sementara itu, IMO memaparkan peran penting dari SOLAS dan ISPS Code dalam membangun kesadaran akan keamanan pelabuhan dan kapal di era digital. Transformasi digital dan peningkatan ancaman siber mendorong perlunya pembaruan sistem keamanan berbasis maritime and cyber capacity development.
Sesi lain yang sangat diapresiasi peserta adalah presentasi dari Prof. Geoffrey Till, Prof. Alessio Patalano, Prof. Christian Bueger dan Dr. Leonardo Bernard yang mengupas evolusi ancaman dan strategi maritim kawasan Indo-Pasifik. Para pakar tersebut menekankan pentingnya kesiapan angkatan laut bersama instansi maritim lainnya dalam menghadapi strategi anti-akses dan intervensi asing di perairan regional.
Selain itu, dijelaskan narasi baru mengenai kemaritiman, dari sumber daya menuju ruang geopolitik dan digital yang menuntut pembaruan kebijakan maritim nasional dan regional. Perspektif ini penting bagi negara seperti Indonesia yang memiliki posisi sentral dalam jalur laut global. Terkait pelaksanaan latihan militer, dijelaskan bahwa suatu negara tidak boleh melaksanakan latihan militer di wilayah ZEE negara lain, prinsip non-intervensi dan perlindungan kedaulatan menjadi dasar hukum internasional yang harus dihormati oleh semua negara.
Selain itu, diskusi yang digelar dengan tema “Harnessing Technology in the Maritime Industry” menjadi sorotan penting, di mana peran industri maritim dalam penguatan Critical Underwater Infrastructure (CUI), pengawasan laut, dan keamanan energi bawah laut dibahas secara mendalam. Transformasi teknologi dinilai krusial untuk memastikan kelangsungan sistem komunikasi global dan keamanan rantai pasok laut.
Keterlibatan TNI AL dalam kegiatan ini memberikan manfaat strategis, sesuai dengan kebijakan Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) Laksamana TNI Dr. Muhammad Ali,SE,,.M,,M,M,Tr,Opsla, bahwa TNI AL berkomitmen untuk terus berperan aktif dalam forum multilateral yang berfokrus pada penguatan kerja sama keamanan maritim untuk menjadi kekuatan maritim yang adaptif, kolaboratif, dan siap menghadapi tantangan keamanan laut yang semakin kompleks dan dinamis. Kegiatan RMPP juga menjadi refleksi dari pentingnya diplomasi pertahanan dalam menjaga kedaulatan dan kepentingan nasional di kawasan Indo-Pasifik.(@Budi_Rht)